Atraksi gendang tradisional hingga adu kekebalan tubuh dibarengi
pertunjukan ketangkasan prajurit kerajaan mewarnai sebuah pesta panen di
Sinjai Sulawesi Selatan. Ritual yang dilakukan di sebuah sungai dengan
menghalau ikan-ikan dari hulu ke muara ini bernama Marimpa Salo.
Mentari pagi ufuk timur di desa Sanjai kecamatan Sinjai timur
kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan adalah pertanda warga harus bersiap
menggelar pesta panen ini di muara sungai Bua. Di Sungai Bua inilah
ratusan warga menggelar pesta panen dengan cara menghalau ikan dari hulu
ke muara.
Sejak pagi, suara gendang tradisional membahana di muara sungai bua.
Suara gendang ini merupakan pertanda bahwa seluruh penduduk desa telah
dipanggil dan berkumpul untuk mempersiapkan diri menggelar tradisi
Marimpa Salo ini.
Seiring dengan tabuhan gendang, sejumlah nelayan mulai menghiasi
perahunya dengan janur kuning atau daun kelapa yang masih muda.
Perahu-perahu hiasan tersebut akan digunakan untuk menghalau ikan dari
hulu ke muara.
Sejumlah prajurit kerajaan yang lengkap dengan senjata tradisionalnya
mulai berbaris untuk menyambut sejumlah tamu. Pada zaman dahulu, tamu
kehormatan adalah raja, selain raja setempat warga juga mengundang raja
Gowa dan Tallo untuk menghadiri hajatan tahunan ini. Jika raja (kepala
pemerintahan / bupati) telah memasuki tempat acara, maka dilakukanlah
ritual penyambutan atau disebut dengan Mappakurru Sumanga.
mappakurru sumanga adalah sebagai pertanda para tamu undangan telah
resmi berada di lokasi dan berada dalam perlindungan kerajaan setempat.
Ketika para tetamu telah lengkap hadir, maka digelarlah inti
penyambutan tamu atau disebut dengan Maggiri. Dalam ritual Maggiri ini
tokoh adat setempat menggelar sumpah setia kepada raja dan
mempertunjukkan aksi kekebalan tubuhnya dengan menghunus keris dan
menikam seluruh anggota tubuhnya.
Atraksi pencak silat juga dipertunjukkan sebagai simbol ketangguhan
dari para prajurit kerajaan setempat, selain itu juga disuguhkan adu
Mallanca atau adu kaki, Mappelo atau adu panco. Semua atraksi ini
menyimbolkan syarat untuk menjadi prajurit setia kerajaan.
Setelah rangkaian penyambutan digelar maka dilanjutkan dengan hiburan
untukn rakyat setempat yakni alunan kecapi gambus tradisional diiringi
sorakan dari warga setempat. Orang-orang pun bergembira, disaat itulah
sejumlah warga segera menaiki perahu-perahu yang telah dihiasi untuk
mengarungi sungai.
Ratusan perahu berkumpul menuju hulu sungai dikuti dengan tabuhan
gendang. Tiba dihulu sungai ini, perahu disatukan ( 4 perahu diikat
menjadi 1) dan jaring tradisional pun dilarungkan kesungai kemudian
secara bersamaan ratusan perahu ini segera menghalau ikan hingga
kemuara. Hal ini dilakukan agar mendapatkan hasil tangkapan ikan yang
kelak akan dibagi rata kepada seluruh penduduk setempat.
Tradisi Marimpa Salo ini merupakan tradisi yang ada sejak zaman
dahulu kala dan dilakukan secara turun temurun diwariskan kepada
penduduk setempat meski telah memasuki era modernisasi.
Sumber : http://www.kabarkami.com